BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi seorang guru, menguasai materi
pembelajaran saja belum cukup. Baginya diperlukan keterampilan khusus untuk
dapat menyampaikan materi tersebut dengan lebih berhasil. Penguasaan metodologi
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampunya dan
sesuai dengan karakteistik anak didiknya menjadi syarat yang tidak bisa ditawar
lagi.
Salah
satu rujukan dalam memilih pendekatan yang sesuai untuk pembelajaran IPS adalah
dengan mempertimbangkan tujuan dan ruang lingkup kajian pengajaran IPS di
Sekolah Dasar. Sebagaimana diketahui, dalam banyak hal
tujuan pembelajaran IPS di Indonesia memiliki kesamaan dengan tujuan Social
Studies di Amerika Serikat dan tujuan SOSE (Studies
of Society and Environment) di Australia.
Untuk mencapai tujuan Social
Studies, terdapat beberapa prinsip yang bisa diikuti dalam pembelajaran IPS,
yakni :
1. Pembelajaran
IPS yang bermakna;
2. Pembelajaran
IPS yang integrative;
3. Pembelajaran
IPS yang berbasis nilai;
4. Pembelajaran
IPS yang menantang;
5. Pembelajaran
IPS yang aktif;
Untuk
itu diperlukannya sebuah pendekatan yang cocok bagi peserta didik agar pada
pembelajarannya sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran IPS untuk mencapai
pemahaman peserta didik terhadap sebuah pembelajaran terutama pembelajaran IPS.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pembelajaran IPS?
2. Apa
prinsip-prinsip pembelajaran IPS?
3. Apa
yang dimaksud dengan pendekatan ?
4. Pendekatan
apa saja yang cocok untuk pembelajaran IPS ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pembelajaran IPS
Pembelajaran terkait dengan
bagaimanan (how to) membelajarkan peserta
didik atau bagaimana membuat peserta didik dapat belajar dengan mudah dan
terdorong oleh kamauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs) peserta didik. Karena itu,
pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam
kurikulum dengan menganalisis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang
studi IPS yang terkandung di dalam kurikulum, yang menurut Sujana (1987)
disebut kurikulum ideal/potensial.
Pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan peserta didik. Istilah pembelajaran lebih tepat digunakan karena
ia menggambarkan upaya untuk membangkitkan prakarsa belajar seseorang. Di
samping itu, ungkapan pembelajaran memiliki makna yang lebih dalam untuk
mengungkapkan tujuan pendekatan pembelajaran dalam upaya membelajarkan peserta
didik.[1]
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta
didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksusd dan tujuan
penciptaannya. Dalam konteks proses belajar di
sekolah/madrasah, pembelajaran tidak dapat hanya terjadi dengan sendirinya,
yakni peserta didik belajar berinteraksi dengan lingkungannya seperti yang
terjadi dalam proses belajar di masyarakat (social
learning). Proses pembelajaran harus diupayakan dan selalu terikat dengan
tujuan (goal based). Oleh karenanya,
segala kegiatan interaksi, metode, dan kondisi pembelajaran harus direncanakan
dengan selalu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
IPS sendiri merupakana nama mata
pelajaran di tingkat Sekolah Dasar. Istilah IPS di Sekolah Dasar merupakan nama
mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep
disiplin ilmu sosila, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah social
kehidupan. Materi IPS untuk jenjang Sekolah Dasar tidak terlihat aspek disiplin
ilmu karena yang lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogic dan psikologis
serta karakteristik kemampuan berpikir peserta didik yang bersifat holistic.[2]
Jadi pembelajaran IPS merupakan
upaya untuk membelajarkan peserta didik dalam ilmu social, humaniora, dan
masalah social kehidupan.
B. Prinsip-prinsip Pembelajaran IPS
Untuk mencapai proses pembelajaran
efektif dan efisien, terdapat beberapa prinsip yang
bias diikuti dalam proses pembelajaran IPS yakni :
1.
Social studies teaching and learning are powerful when they are meaningful atau biasa disebut
pembelajaran IPS yang bermakna.
2.
Social studies teaching and learning are powerful when
they are integrative.
3.
Social studies teaching
and learning are powerful when they are value-based atau biasa disebut pembelajaran IPS yang berbasis nilai
4.
Social studies teaching and learning are powerful
when they are challenging yang bias disebut pembelajaran IPS yang menantang
5.
Social studies teaching and learning are powerful
when they are active atau biasa disebut pembelajaran IPS yang aktif.
C. Pendekatan Pembelajaran IPS
Pendekatan
Pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu atau landasan sikap
dan persepsi guru tentang bagaimana kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan.
Sudut pandang sikap dan
persepsi guru ini akan menjadi dasar bagi tindakan guru dalam melaksanakan
aktifitas proses pembelajaran.
Sebuah pendekatan kurikulum dengan
basis yang luas, yang memberikan waktu lebih banyak bagi peserta didik untuk
diskusi, drama, berbagai macam kegiatan seni, dan musik serta gerakan. Kegiatan
semacam itu memberikan sarana untuk untuk memenuhi kebutuhan sosial, emosional,
intelektual, fisik, dan perkembangan kreatif, yang akan meningkatkan rasa
percaya diri dan pendekatan-pendekatan yang lebih termotivasi pada pembelajaran
lainnya.[3]
Merujuk pada prinsip pembelajaran IPS,
bahwa pendekatan pembelajaran IPS baiknya menggunakan pendekatan yang bersifat CBSA
dan PAIKEM. Pendekatan CBSA dapat diartikan sebagai anutan pembelajaran yang
mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional peserta
didik dalam proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik peserta didik apabila
diperlukan. Pelibatan intelektual-emosional/fisik peserta didik serta
optimalisasi dalam pembelajaran, diarahkan untuk membelajarkan peserta didik
bagaimana belajar memperoleh dam memproses perolehan belajarnya tentang
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Sedangkan pendekatan PAIKEM secara garis besar memiliki gambaran sebagai
berikut:
1.
Peserta didik
terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan
mereka dengan penekanan pada learning by doing.
2.
Guru
menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran
menarik , menyenangkan, dan cocok bagi peserta didik.
3.
Guru mengatur
kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan
menyediakan ‘pojok baca’.
4.
Guru menerapkan
cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar
kelompok.
5.
Guru mendorong peserta
didik untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk
mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan peserta didik dalam menciptakan
lingkungan sekolahnya.
Dalam PAIKEM perlu diperhatikan:
1.
Memahami sifat yang dimiliki
anak didik.
2.
Mengenala anak seacara
perorangan.
3.
Memanfaatkan perilaku anak
dalam pengorganisasian belajar.
4.
Mengembangkan kemampuan
berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
5.
Mengembangkan ruang kelas
sebagai lingkungan belajar yang menarik.
6.
Memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber belajar.
7.
Memberikan umpan balik yang
baik untuk meningkatkan kegiatan belajar.
8.
Membedakan antara aktif fisik
dan aktif mental.
Jadi kesimpulannya PAIKEM
merupakan pembelajaran yang dirancang hendaknya dapat mengaktifkan peserta
didik, mengembangkan keratifitas yang
pada akhirnya efektif, akan tetapi tetap menyenangkan bagi peserta didik.
Pendekatan-pendekatan pembelajaran IPS yang
lainnya, diantaanya sebagai berikut :
1.
Pendekatan Lingkungan
Dalam
pendekatan lingkungan, IPS sebagai mata pelajaran yang membelajarkan peserta
didik untuk bermasyarakat, perlu memperhatikan lingkungan sebagai topik kajian,
baik lingkungan sosial budaya maupun lingkungan fisik. Pendekatan ini bisa diawali dari
lingkungan peserta didik yang paling dekat yaitu keluarga, untuk menanamkan
nilai moral dan aktifitas bermasyarakat. Guru perlu mencermati lingkungan
sebagai aspek yang berperan dalam membentuk perilaku peserta didik, seperti:
lingkungan kauman, lingkungan perdagangan, lingkungan pertanian dsb.
Anak-anak usia sekolah dasar
biasanya memiliki kepedulian yang mendalam terhadap sekelilingnya, yang jika
doberi dukungan, akan mampu memikirkan tentang cara-cara yang imajinatif untuk
mencitrakan lingkungan yang ‘hijau’. Selain itu mengunjungi tempat terbuka di
sekitar sekolah akan meningkatkan kesadaran anak-anak dan memberikan ide bagi
mereka untuk mengembangkannya lebih jauh
di sekolah.[4]
2.
Pendekatan Konsep
Konsep merupakan generalisasi yang
membantu mengklasifikasikan dan mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman
serta untuk memprediksi. Menurut Florence Beetlestone konsep adalah unsur yang
merepresentasikan masalah yang paling utamakarena ia sering diasumsikan sebagai
sesuatu yang statis. Apabila orang menyadari bahwa konsep itu terus berubah dan
terus diadaptasi karena adanya pengalaman, pikiran, dan perasaan, maka pentingnya
mengembangkan dan mengekspresikan kreatifitas akan terlihat.
Pendekatan konsep menekankan bahwa
pemahaman konsep sangat mempengaruhi perilaku peserta didik. Konsep tentang
keadilan, kesejahteraan, demokrasi, kerjasama, tanggung jawab, dsb. merupakan
konsep-konsep yang harus dipahami peserta didik, bukan sekedar diketahui atau
dihafalkan. Pemahaman ini akan membimbing peserta didik untuk bisa menghayati
yang pada akhirnya mampu mengamalkan dalam perilaku sehari-hari.
3.
Pendekatan Inquiry
Pendekatan
inquiry merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut peserta didik
untuk mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang baru sebagai hasil belajar.[5]
Pendekatan
Inquiry adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam
cara yang lebih dewasa.[6]
Pendekatan inkuiri, diawali dengan
suatu pertanyaan atau permasalahan yang mengajak peserta didik untuk ikut
berfikir dalam memecahkan permasalahan. Dalam proses inkuiri, akan tumbuh dan
berkembang secara spontan rasa ingin tahu dan berpartisipasi dalam pemecahan
masalah melalui tanya jawab yang didesain oleh guru. Dalam kegiatan berinkuiri
bisa menghasilkan suatu gagasan, ide, solusi, atau menemukan sesuatu yang
dicarinya. Pendekatan ini bertujuan membimbing peserta didik agar menemukan
fakta, konsep dan pemahaman sendiri dengan campur tangan guru secara tepat pada
simpul-simpul masalah tertentu dengan timing yang tepat.
Melalui
pendekatan inquiry diharapkan guru dapat membuat pembelajaran yang menantang
sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini peserta didik
sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih
saintifik melalui proses eksplorasi atau pengujian gagasan baru.
4.
Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses,
bertujuan menumbuhkan keterampilan yang berkaitan dengan sutu proses tertentu yang perlu
dilatihkan. Menanamkan perilaku tertentu biasanya perlu dilatih dan dibiasakan
sehingga nanti akan muncul perilaku yang diharapkan dalam bermasyarakat.
Keterampilan proses bisa dimulai dari mencari informasi sampai nanti bisa
menginformasikannya. Sumber-sumber menumbuhkan keterampilan proses dalam
pembelajaran IPS antara lain peta, globe, gambar atau foto, grafik, diagram
dsb.
Kesadaran
terhadap manfaat yang akan diberikan anak-anak melalui proses dan hasil akhir
kegiatan mereka akan memberikan kita kemampuan untuk mengartikulasikan
manfaat-manfaat ini dan untuk menggunakan display sekolah dan rapat staf
sekolah untuk mempromosikan contoh-contoh kualitas pembelajaran anak-anak. [7]
Beberapa
kemampuan atau keterampilan mendasar yang telah diidentifikasi sebagai
keterampilan proses diantaranya:
a.
Kemampuan
Mengobservasi
b.
Membuat
Hipotesis
c.
Merencanakan
Percobaan
d.
Mengendalikan
Variabel
e.
Menginterpretasi
Data
f.
Menyusun Kesimpulan
Sementara
g.
Memprediksi
h.
Menerapkan
i.
Mengkomunikasikan
5.
Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah, akan
mengenalkan peserta didik pada masalah-masalah dalam kehidupan di masyarakat.
Misalnya masalah lingkungan hidup yang tidak bersih, tata tertib di sekolah yang
belum dipatuhi, masalah narkoba, kenakalan remaja, kemiskinan dan sebagainya,
bisa kenalkan pada peserta didik dan untuk mengungkap bagaimana respon peserta
didik terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Moffit
mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran pemecahan masalah menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar
berpikir kritis, dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. [8]
6.
Pendekatan Deduktif-Induktif
Pendekatan
Deduktif dan Induktif termasuk kedalam jenis pendekatan tradisional. Pendekatan
tradisional merupakan pendekatan di mana guru cenderung lebih aktif dibanding peserta
didik dan metodenya cenderung monoton.
Pendekatan atau
model pembelajaran tradisional cenderung berasumsi bahwa peserta didik memiliki
kebutuhan yang sama, dan belajar dengan cara yang sama pada waktu yang sama,
dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi pembelajaran yang
terstruktur secara ketat dan didominasi oleh guru.[9]
Adapun pendekatan
induktif, diawali dari mengemukakan kenyataan-kenyataan yang ada di dalam
masyarakat berikut fakta dan datanya. Guru dapat mengangkat contoh-contoh kongkrit, dan kenyataan
yang ada di dalam masyarakat, kemudian ditarik generalisasinya dari fakta dan
data tersebut menjadi sebuah konsep. Misalnya tentang kemiskinan, korupsi,
lapangan pekerjaan, kesejahtaraan dsb. Adapun pengolahan pesan secara Induktif
bermula dari fakta atau peristiwa khusus, penyusunan konsep berdasarkan
fakta-fakta, penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep, terapan
generalisasi pada data baru, dan penarikan kesimpulan.[10]
Pendekatan deduktif, diawali dari
konsep-konsep yang telah dipahami oleh peserta didik kemudian dicarikan
contoh-contoh fakta dan data pendukungnya di masyarakat. Pendekatan induktif
dan deduktif menjadi saling menunjang untuk menanamkan konsep pada peserta
didik. Untuk peserta didik Sekolah Dasar, pembelajaran bisa dimulai dari yang
kongkrit menuju abstrak, dari yang sederhana menuju kompleks, dari yang mudah
menuju sulit dan dari yang dekat menuju ke yang jauh.
Adapun pengolahan pesan secara
deduktif yang pertama dimulai dengan guru mengemukakan generalisasi, kedua
penjelasan berkenaan dengan konsep-konsep, dan ketiga pencarian data yang
dilakukan oleh peserta didik. Pengumpulan data tersebut berguna untuk menguji
kebenaran generalisasi.[11]
7.
Pendekatan Nilai
Pendekatan
nilai, dikembangkan untuk menumbuhkan sikap dan toleransi peserta didik dalam
berperilaku dimasyarakat, menumbuhkan kepekaan dan rasa tanggung jawab sosial
dengan didasari oleh pengetahuan dan keterampilan sosial. Sikap demokratis dan semangat
bekerjasama maupun berkompetisi perlu ditumbuhkan sejak dini.
Pembelajaran
IPS bermuatan nilai relevan dengan salah satu prinsip pengembangan kurikulum
2006 yang menyatakan bahwa muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut
mendukung peningkatan iman, taqwa, dan akhlak mulia.
Pengembangan
etika dilaksanakan dalam rangka penanaman sikap dan nilai-nilai ilmiah, sosial,
dan moral, termasuk menghargai dan mengangkat nilai-nilai pluralitas dan
nilai-nilai universal. Contoh materi pada pelajaran IPS yaitu mengenai Individu
dan Masyarakat, Manusia dan Lingkungannya, Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap
Kebudayaan Indonesia, Perjuangan Bangsa Indonesia Menuju Kemerdekaan, dan HAM,
Demokrasi, dan Penegakan Hukum.
8.
Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif, mengutamakan
efektifitas komunikasi guru dan peserta didik. Pendekatan ini memperhatikan
tingkat kematangan kognitif peserta didik dan sekuensial materi atau istilah
bahasa yang digunakan guru adalah bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami
oleh peserta didik. Bahasa dan istilah-istilah yang digunakan guru haruslah
dimengerti dan dipahami sehingga tidak terjadi miskonsepsi atau salah
pengertian.
Dalam pendekatan komunikatif ini
diharapkan muncul komunikasi karakter, yaitu komunikasi antardua atau lebih
individu yang berjalan secara terus menerus dalam waktu yang panjang, sehingga
perilaku muncul sebagai karakter dan terkomunikasikan secara domain. Karakter
disini meliputi perilaku fisik, seperti sopan, lembut, tegas, keras, kasar, dan
sebagainya.[12]
9.
Pendekatan Kesejarahan
Pendekatan
kesejarahan, mengungkap peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan contoh (baik
maupun tidak baik) bagi peserta didik, sehingga peserta didik bisa mengambil
makna dan hikmahnya dari peristiwa masa lalu tersebut. Belajar dari nilai-nilai
sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan maupun
peristiwa-peristiwa lain dimasa lalu perlu dikembangkan untuk menjadi contoh
pengalaman dan pedoman bagi masa mendatang.
10.
Pendekatan
Tematik
Anak sekolah
dasar terutama pada tingkat rendah memerlukan fasilitas belajar tidak dalam
bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah melainkan dalam tema yang merupakan
integrasi materi dari semua mata pelajaran.[13]
Pendekatan tematik, dikembangkan
untuk memberikan wawasan peserta didik yang komprehensif terhadap tema yang
ditampilkan. Misalnya tema lingkungan hidup, hasil pembangunan, demokratisasi
dan sebagai bisa dikembangkan pada pemahaman peserta didik yang lebih
komprehensif.
11. Pendekatan CTL (Contekstual Teacher and Learning)
Pembelajaran
ini merupakan suatu model pembelajaran yang intinya membantu guru untuk
mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta
didik mengaitkan antara pengetahuan yang dipelajari dan penerapannya dalam
kehidupan mereka.
Pengajaran
kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta didik-siswi TK sampai
dengan SMA untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan penegetahuan dan
keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam-sekolah dan
luar-sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau
masalah-masalah yang simulasikan.
Adapun komponen
pembelajaran yang harus ada pada pendekatan kontekstual, diantaranya: (a)
Contructivisme (Kontruktivisme), (b) Questioning (bertanya), (c) Inquiry
(menemukan), (d) Learning Community (Masyarakat Belajar), (e) Modeling
(Pemodelan), (f) Reflection (Refleksi), (g) Authentic Assessment (Penilaian
Sebenarnya)[14],
yang mana saat proses pembelajaran berlangsung diselenggarakan dalam suasana
pemecahan masalah. yang menggunakan contoh dan permasalahan konkrit kekinian
dan relevan dengan situasional lingkungan peserta didik.
12. Pendekatan Berbasis Proyek
Pendekatan ini
merupakan dimana peserta didik dalam proses belajar memecahkan suatu
permasalahan menggunakan prosedur yang membutuhkan kemandirian dan suasana
kerjasama tim yang solid.
13. Pendekatan Quantum Teaching
Pendekatan
Quantum Teaching merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau
pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang
jauh sebelumnya sudah ada.[15]
Pendekatan ini dilakukan ketika dimana peserta
didik ditempatkan pada subyek pembelajaran dalam suasana pengelolaan kelas yang
atraktif, dan komunikatif sehingga
proses belajar menjadi lebih menantang, menyenangkan dan memotivasi.
Adapun karakteristik umum Pendekatan Quantum Teaching,
dinatarnya:
a.
Pembelajaran
quantum berpangkal pada psikologi kognitif
b.
Lebih bersifat
humanistis
c.
Bersifat
Konstruktivis
d.
Berupaya
memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia
selaku pembelajar dengan lingkungan sebagai konteks pembelajaran.
e.
Memusatkan
perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna
f.
Menekankan pada
pemercepat pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi
g.
Menekankan
kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran
h.
Menekankan
kebermaknnaan dan kebermutuan proses pembelajaran
i.
Memiliki model
yang memadukan konteks dan isi pembelajaran
j.
Memusatkan
perhatian pada pembentukan keterampilan akademis
k.
Menekankan
nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran
l.
Mengutamakan
keberagaman dan kebebasan
14. Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses
pembelajaran Pendekatan Ilmu Teknologi Masyarakat (ITM) yang dikemukakan oleh
Remy (1990) yang mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS tidak terlepas
kaitannya dengan perkembangan isu-isu sosial yang berkembang yang dominan menyangkut
membahas pengaruh perkembangan teknologi pada berbagai aspek perikehidupan
sosial kemaysarakatan.
15. Pendekatan Kooperatif.
Di dalam kelas
kooperetaif, peserta didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
terdiri dari 4-6 peserta didik, peserta didik dikelompokan secara
heterogen.selama belajar secara kooperatif mereka diajarkan
keterampilan-keterampilan kooperatif agar dapat bekerja sama dengan baik di
dalam kelompoknya.
Pendekatan kooperatif ini memiliki 2 tipe, diantaranya:
a.
Kooperatif tipe
Student Team-Achievement Divisions (Tim Peserta didik Kelompok Prestasi)
Langkah-langkah:
1)
Membentuk
kelolmpok yang anggotanya kurang lebih 4 orang;
2)
Guru menyajikan
materi pelajaran;
3)
Guru memberi
tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan
penjelasan kepa anggota kelompok lain;
4)
Guru memberikan
pertanyaan/kuis dan peserta didik menjawab pertanyaan kuis dengan tidak saling
membnatu;
5)
Pembahasan
kuis;
6)
Kesimpulan.
b.
Jigsaw (Model
Tim Ahli)
Langkah-langkah:
1)
Peserta didik
dikelompokan dengan anggota kurang lebih 4 orang;
2)
Tiap orang
dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda;
3)
Anggota dari
tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok
ahli);
4)
Setelah
kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan
kepada anggota kelompok tentang sub-bab yang mereka kuasai;
5)
Tiap tim ahli
mempresentasikan hasil diskusi;
6)
Pembahasan;
7)
Penutup.
Menurut UUSPN
No. 20 / 2003 yang mengisaratkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberi ruaang yang cukup bagi prakasa, kreatifitas
dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
Pada
pembelajaran IPS tidak menggunakan pendekatan konvemsional, karena umumnya
pendekatan ini lebih banyak menggunakan belahan otak kiri saja,, sementara otak
kanan kurang diperhatikan. Untuk mencapai pembelajaran IPS yang efektif perlu
mengoptimalkan semua potensi peserta didik sehingga semua anak didik dapat
mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karateristik pribadi yang
mereka miliki.
Pendekatan yang
bersifat CBASA dan PAIKEM dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik agar
tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Paradigma
pembelajaran konvensioanl yang selama ini dilaksanakan perlu dirubah dengan
model pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif ini perlu diterapkan, karena:
1. Jumlah informasi dan salurannya
semakin banyak.
2. Tidak semua potensi peserta didik
bisa dikembangkan dengan satu cara saja.
3.
Orientasi target materi pembalajaran hanya untuk jangka
pendek.
4.
Proses pembelajaran seharusnya berangkat dari masalah nyata
dalam kehidupan sehari-hari.[16]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pembelajaran
IPS merupakan upaya untuk membelajarkan peserta didik dalam ilmu social,
humaniora, dan masalah social kehidupan.
Prnsip-prinsip
pembelajaran IPS:
1.
Social studies teaching and learning are powerful when they are meaningful atau biasa disebut
pembelajaran IPS yang bermakna.
2.
Social studies teaching and learning are powerful
when they are integrative.
3.
Social studies
teaching and learning are powerful when they are value-based atau biasa disebut
pembelajaran IPS yang berbasis nilai
4.
Social studies teaching and learning are powerful
when they are challenging yang bias disebut pembelajaran IPS yang menantang
5.
Social studies teaching and learning are powerful
when they are active atau biasa disebut pembelajaran IPS yang aktif.
Pendekatan merupakan titil tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Pendekatan
yang cocok untuk mata pelajaran IPS ada yang menggunakan pendekatan tradisional
seperti Deduktif dan Induktih dan yang bersifat CBSA dan PAIKEM, dintaranya:
1.
Pendekatan Ligkungan;
2.
Pendekatan Konsep;
3.
Pendekatan Inquiry;
4.
Pendekatan Keterampilan
Proses;
5.
Pendekatan Pemecahan Masalah;
6.
Pendekatan Nilai;
7.
Pendekatan Komunikatif;
8.
Pendekatan Kesejarahan;
9.
Pendekatan Tematik;
. Pendekatan CTL;
.
Pendekatan Berbasis Proyek;
.
Pendekatan Quantum Teaching;
.
Pendekatan ITM;
Pendekatan Koopereatif.
DAFTAR PUSTAKA
Beetlestone, Florence. 2012. Creative
Learning. Bandung: Nusa Media.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hari Suderadjat. 2011. Manajemen Pembelajaran Tematik. Bandung: Sekar Gambir Asri.
Hartono, dkk. 2012. PAIKEM. Riau : Zanafa Publishing.
Tim
Penyusun Jurusan Pendidikan Biologi, Fisika, Kimia FPMIPA
UPI. Pendalaman
Materi dan Metodologi Pembelajaran
Ilmu Pengetahu Alam
SD/MI. 2010.
Tim
Penyusun Jurusan Pendidikan Pengetahuan Sosial FPIPS UPI. Pendalaman Materi
dan Metodologi Pembelajaran
Ilmu Pengetahu Sosial SD/MI.
2010.
Masruri, 2011, Negative
Learning, Solo:PT Era Adi Citra Intermedia.
Muhaimin. 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media
Group.
Sudirman, dkk. 1990. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suhada, Idad. 2010. Pendidikan IPS di SD/MI. Bandung: Solo Press.
[1] Drs. Muhaimin, M.A.et.al. Paradigma
Pendidikan Islam. 2001. Malang. PT.Remaja Rosda Karya, hlm. 164.
[2] Tim Penyusun Jurusan Pendidikan
Pengetahuan Sosial FPIPS UPI. Pendalaman Materi dan Metodologi Pembelajaran Ilmu Pengetahu Sosial
SD/MI. 2010, hlm.
2.
[4] Ibid, hlm. 232.
[8] Sertifikasi Guru Rayon 10 Universitas Pendidikan Indonesia, Ilmu
Pengetahuan Alam SD/MI, 2010, hlm. 149.
[9] Idad Suhada, op. cit. hlm.60
[10] Dimyati dan
Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hlm. 185.
[11] Ibid, hlm.
180.
[12] Masruri,
Negative Learning, Solo:PT Era Adi Citra Intermedia, 2011, hlm. 49.